KAJIAN KONTEMPORER
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa. Pada bulan ini kita diwajibkan untuk berpuasa selama 30 hari, melatih diri agar mengendalikan hawa nafsu dan memupuk kepedulian terhadap sesama. Sampai tiba saatnya untuk menyambut hari kemenangan (Hari yang Fitri) atas perjuangan sebulan penuh menahan hawa nafsu.
Ironisnya pengaruh gaya hidup konsumerisme yang sudah menjangkit di masyarakat sering mempengaruhi umat muslim. Lebaran tiba bukannya mempertahankan menahan diri dalam konsumsi makanan dan barang. Sebaliknya, justru semakin meningkat dan boros dalam membelanjakan hartanya.
Hal yang lumrah, ketika menjelang Hari Raya Idulfitri tempat-tempat perbelanjaan dipenuhi oleh masyarakat. Barang yang dibeli umumnya baju, sepatu, smartphone, makanan kering, hingga moda transportasi baru. Sudah menjadi budaya ketika lebaran kurang afdal rasanya tanpa baju baru dan berdesak-desakan di mall atau pasar untuk berburu baju baru.
Pada hari raya Idulfitri makanan yang disediakan lebih dari porsi yang biasanya, sayur dan lauk harus spesial, hidangan es juga, jajanan tidak cukup 1 jenis dan yang lebih dikhawatirkan lagi tak jarang makanan yang dibeli atau dibuat itu tidak habis termakan dan hanya terbuang menjadi sampah.
Dilansir dari website Indonesia Digital Association (IDA), lebih dari 50% konsumen Indonesia menghabiskan lebih dari 20% pengeluaran tahunannya untuk berbelanja online di bulan Ramadan dan menjelang Idulfitri. Google Trends menunjukkan pada tahun 2021 di bulan pra-ramadan sampai pasca Idulfitri, topik yang paling banyak dicari di Indonesia mengenai fesyen dan smartphone dengan persentase pencarian mencapai 600%
Efek perilaku konsumtif di hari yang Fitri
Mengancam spirit ibadah puasa dan hari yang Fitri
Terjadinya inflasi atau kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok
Mendorong kriminalitas menjelang lebaran karena, tidak semua orang memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk memenuhi tuntutan keinginan membeli ini itu saat lebaran, yang akhirnya berujung melakukan kejahatan seperti pencurian, pembegalan.
Faktor-faktor munculnya budaya konsumerisme di hari yang Fitri
1. Kepentingan industri
Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia berakibat pada percepatan teknologi dalam berbagai bidang. Salah satunya perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor produk dan jasa sangat gencar melakukan promosi.
2. Dorongan budaya dan materialisme
Seringkali penggunaan perhiasan, smartphone, mobil, motor digunakan sebagai tolak ukur kesuksesan. Maka, muncullah tuntutan pada orang-orang untuk terlihat sukses secara materi kepada sanak saudara atau tetangga.
“Wajib dong beli baju baru, masa ketemu saudara 1 tahun sekali bajunya buluk,” ujar Lilik, Ibu Rumah Tangga.
3. Umat muslim kurang menyadari spirit hari kemenangan.
Menghadapi tantangan konsumerisme di hari yang Fitri
Meluruskan niat untuk beribadah sungguh-sungguh
Menerapkan prinsip membeli hanya untuk menggantikan
Membeli sesuatu untuk menggantikan produk yang rusak dan dibutuhkan bukan karena keinginan nafsu semata atau lifestyle. Hal ini dapat mengembalikan kontrol atas hidup dalam bentuk penolakan budaya konsumerisme.
Pengaturan keuangan yang baik
Menyibukkan diri dengan kegiatan yang positif
Konsisten dan bersabar
Komentar
Posting Komentar